Apa Itu SHGB? Pemahaman dan Pertanyaan Umum

Apa itu SHGB? Dalam menghadapi kompleksitas hukum pertanahan, penting bagi kita untuk memahami konsep SHGB dengan baik. Oleh karena itu, artikel ini akan memberikan penjelasan yang sederhana namun formal mengenai SHGB, termasuk masa berlaku, hak atas tanah, perbedaan dengan Hak Milik (HM), dan proses peralihannya.

Kami berharap artikel ini dapat memberikan pemahaman yang bermanfaat dan membantu Anda dalam memahami SHGB serta implikasinya dalam kepemilikan bangunan di atas tanah. Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut, jangan ragu untuk melanjutkan membaca artikel ini yang juga mencakup beberapa pertanyaan umum yang sering diajukan mengenai SHGB.

Apa Itu SHGB?

apa itu shgb

Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) adalah dokumen resmi yang memberikan hak kepada seseorang untuk membangun, memiliki, dan menggunakan bangunan di atas tanah yang bukan kepunyaannya. Di Indonesia, SHGB dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau instansi yang terkait untuk menyatakan bahwa pemilik memiliki hak atas bangunan yang dibangun di atas tanah milik orang lain.

Dalam pengertian yang lebih sederhana, SHGB adalah seperti surat izin yang memberikan hak kepada seseorang untuk menggunakan dan memiliki bangunan di atas tanah yang bukan dia punya. Misalnya, jika seseorang ingin membangun rumah di tanah yang dikuasai negara, maka dengan memiliki SHGB, mereka dapat memiliki dan menggunakan rumah tersebut tanpa memiliki hak atas tanahnya.

SHGB memberikan kepastian hukum kepada pemilik bangunan untuk menjaga keberadaan dan manfaat dari bangunan yang mereka miliki. Dokumen ini penting untuk melindungi hak pemilik dan memberikan bukti legalitas atas kepemilikan bangunan di atas tanah pihak lain.

Baca juga : Syarat Membuat IMB dan PBG Rumah Tinggal

Pertanyaan Umum tentang Apa itu SHGB

Berikut adalah beberapa pertanyaan umum yang sering diajukan mengenai SHGB:

  1. Apakah SHGB berlaku untuk jangka waktu tertentu?

    Ya, SHGB memiliki masa berlaku tertentu. Umumnya, SHGB berlaku selama 30 tahun dan dapat diperpanjang sampai dengan 20 tahun, sesuai dengan peraturan yang berlaku. Setelah masa berlaku habis, pemilik SHGB perlu memperpanjangnya agar tetap memiliki hak atas bangunan yang didirikan di atas tanah tersebut. Dan sesuai Undang Undang agraria jika waktu yang ditentukan telah habis maka tanah akan kembali dikuasi oleh negara.

  2. Apakah pemilik SHGB memiliki hak atas tanah?

    Pemilik SHGB memiliki hak untuk membangun, memiliki, dan menggunakan bangunan di atas tanah tersebut. Namun, penting untuk dicatat bahwa pemilik SHGB tidak memiliki hak atas tanah itu sendiri. Hak atas tanah tetap berada di tangan negara, seperti Hak Milik (HM).

    Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 6 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik atas Tanah untuk Rumah Tinggal. SHGB bisa menjadi hak milik dengan beberapa persyaratan yang harus terpenuhi.

  3. Bisakah SHGB diwariskan kepada ahli waris?

    Ya, SHGB dapat diwariskan kepada ahli waris. Pemilik SHGB dapat mencantumkan nama ahli waris dalam sertifikat tersebut atau mentransfer kepemilikan kepada mereka melalui proses waris sesuai dengan hukum waris yang berlaku. Dengan demikian, ahli waris akan mengambil alih hak dan tanggung jawab atas SHGB tersebut setelah pemilik sebelumnya meninggal dunia.

  4. Apa perbedaan antara SHGB dengan Hak Milik (HM)?

    Perbedaan utama antara SHGB dan Hak Milik (HM) terletak pada kepemilikan hak atas tanah. Dalam Hak Milik, pemilik memiliki hak penuh atas tanah dan bangunan di atasnya. Ini berarti pemilik memiliki kedaulatan mutlak atas tanah tersebut.

    Di sisi lain, dalam SHGB, pemilik hanya memiliki hak atas bangunan yang didirikan di atas tanah yang bukan miliknya. Hak atas tanah tetap dimiliki oleh pemilik asli atau pemegang hak tanah lainnya.

  5. Bagaimana proses peralihan SHGB?

    Proses peralihan SHGB melibatkan beberapa tahap. Pertama, pemilik yang ingin mentransfer kepemilikan SHGB perlu melakukan persiapan dokumen yang diperlukan. Yaitu, SHGB asli, copy IMB, SPPT PBB tahun terakhir, KTP, KK, surat pernyataan tidak memiliki tanah lebih dari 5000 meter, membayar uang pemasukan kas negara. Proses tersebut berada di bawah wewenang ATR/BPN wilayah setempat.

    Setelah itu, pemilik baru harus mengajukan permohonan peralihan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau instansi terkait dan menunggu persetujuan mereka. Disarankan untuk menghubungi Dinas Pertanahan setempat atau notaris untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang proses peralihan SHGB yang berlaku di daerah tersebut.

Baca juga : PTSL: Simplifikasi Proses Pemilikan Tanah

Harap diingat bahwa informasi ini hanya memberikan pemahaman dasar tentang apa itu SHGB. Jika Anda memerlukan informasi yang lebih rinci atau spesifik, disarankan untuk berkonsultasi dengan pihak berwenang atau ahli hukum yang berkompeten di bidang pertanahan.

Tinggalkan Balasan